Anak Zaman
“Beli kue. Ini uangnya," kata seorang anak sambil menyodorkan lembaran uang
kertas ribuan dengan tangan kirinya ke pemilik warung. Anak itu saya perkirakan
berusia tujuh tahun.
Kemudian
dia kembali mengambil kue yang disodorkan pemilik warung dengan tangan kirinya.
Saya yang melihat itu memandang miris
dan teringat pesan ibu saya ketika kecil dulu. "Kalau mau memberikan
sesuatu dan mengambil sesuatu dari orang jangan pakai tangan kiri," begitu
pesan beliau selalu.
Menggunakan
tangan kiri menurut Ummi, ibu kami, tidak sopan apalagi kepada orang yang lebih
tua dari kita. Bahkan adik bungsu saya yang kidal (menggunakan tangan kiri
untuk aktifitasnya) tetap diingatkan untuk tidak menggunakan kekidalannya dalam
seluruh interaksinya dengan orang lain.
Tahun
berganti zaman berubah. Kini setelah sekian lama, saya acapkali melihat
anak-anak menggunakan tangan kirinya dengan orang-orang lebih tua. Yang
memiriskan lagi, terkadang mereka tak memanggil apa-apa kepada orang lebih tua
darinya seperti anak kecil di warung itu. Bahkan tak hanya anak kecil, tapi
juga anak-anak yang sudah duduk di bangku kuliah.
Saya
tak akan membuat tulisan ini sekiranya cuma satu saja anak yang saya jumpai
bersikap demikian. Di warung saya di Jalan Hamka, Tabing, Padang banyak sekali anak-anak yang bersikap
demikian.
Beberapa
hari lalu, seorang anak ditemani ibunya juga demikian. Dia mengambil permen
dari tangan adik saya yang menjaga warung kami dengan tangan kirinya. Menurut
saya aneh, orangtuanya tidak memperingatkan anaknya.
Kalau
ibu saya, jika saya lupa dan beliau melihatnya pasti beliau langsung berkata,
"eps,tangannya," dan saya langsung mengerti untuk berganti tangan ke
kanan tanpa menunggu beliau mengatakan, "gunakan tangan kananmu".
Isyarat memang selalu bisa mengajarkan kami setelah pesan-pesan yang diajarkan.
Saya
tak tahu, apa itu semua cermin perubahan zaman atau bak kata bijak, anak adalah
cermin orangtuanya. Yang jelas, kini setiap hari selalu saya temukan sesuatu
yang dulu diingatkan orangtua saya sebagai sesuatu yang tabu. Tapi yang tabu
itu kini sepertinya menjadi sesuatu yang lazim saja. Lumrah dilakukan dan tak
ada yang menegur.
Sungguh
beda di masa saya kecil sekitar 3 dekade lalu. Dulu peran masyarakat sangat
besar. Jika ada anak yang tindakannya salah atau tidak pada tempatnya, orangtua
lainnya dengan sukarela ikut mengingatkan. Kini semuanya sudah mulai sirna.
Boleh jadi karena perkembangan zaman itu.
Sekarang sebagian besar orangtua
tidak berkenan anaknya diingatkan orang lain. Saya pernah mendengar, ada
orangtua menyerang orang lain yang menasihati anaknya. Dia tak suka orang
menasihati anaknya. Baginya anaknya adalah anaknya dan hanya dia yang boleh
mengingatkannya jika salah, meski tindakan salahnya dilakukan ditempat umum.
Agh,
saya jadi sedih menyaksikannya. Tapi kembali lagi, mungkin ini karena
perkembangan zaman yang katanya sudah maju. Wallahu alam. (*)
Sabtu, 11 Februari pukul 11.00 Wib di warungku nan permai