Di SDN 23 Tua Peijat : Satu Ruang, Dua Kelas
Satu ruangan yang jadi dua kelas. (ist) |
Ditengah curahan hujan yang berbunyi keras di atap sekolah, sayup terdengar dua suara dari kelas paling ujung SD yang terletak di kilometer 10. Suara itu bukanlah suara orang sedang bercakap-cakap, melainkan suara guru mengajar.
"Baik anak-anak, silahkan buka buku kalian. Hari ini, Bapak akan
memberikan pelajaran tentang bilangan prima,” ujar salah satu dari dua
suara tadi dengan lantang.
“Kalian tahu apa itu bilangan prima? Bilangan prima adalah bilangan yang
bisa dibagi dengan bilangan satu dan bilangan itu sendiri,” sambungnya
lagi.
Sementara, suara satu lagi lebih halus dan bersahaja. “Bagaimana
anak-anak, sudah dipelajari soal-soal di dalam LKS bahasa Indonesia yang
Ibu berikan waktu itu,” ujar suara lainnya.
Suara halus nan lembut itu berasal dari suara guru perempuan bernama,
Arfianti, guru kelas III di sana. Sedangkan suara lantang adalah suara
Lia Suripto, guru yang mengajar di Kelas IV. Keduanya mengajar dalam
satu ruangan yang hanya dibatasi sekat. Tidak ada upaya saling berpacu
cepat. Namun, memang keduanya tampak tetap bersemangat mengajar di sana.
“Kalau dibilang terganggu, pastinya demikian. Apalagi, buat anak-anak,”
kata Afrianti, guru yang sudah mengajar di sana sejak 1997 atau saat SD
tersebut masih menjadi filial dari SDN 17 Tua Peijat.
Ungkapan senada juga Suripto yang baru mengajar di sana sejak sembilan
bulan lalu sebagai guru honor. “Pasti terasa agak terganggu, tapi
bagaimana lagi, kami memiliki keterbatasan sarana, berupa ruang kelas,”
katanya pula.
Namun Afrianti menyebut, saat ini hal itu sudah terbilang lebih baik
dari tahun-tahun pertama dia mengajar di sana. Dulu, hampir semua kelas
disekat. “Paling hanya kelas VI yang belajar di kelas tersendiri. Kelas V
belajar di kantor dengan disekat juga, sedangkan kelas I dan II, III
dan IV digabung dalam satu kelas, hanya dengan dibatasi sekat,” cerita
isteri Taswandi, guru di SDN 17 Tua Peijat.
Beberapa murid-murid di kedua kelas bersekat yang ditanyai Singgalang
mengaku tidak masalah dengan keadaan itu. Namun, dari sorot wajah mereka
tidak dapat menyembunyikan betapa mereka juga ingin seperti kelas lain
yang memiliki ruang belajar sendiri.
Kedua guru ini mengakui, tidak jarang murid celingak celinguk. Diduga
konsentrasinya terbagi, saat masing-masing guru mengajar. Namun, sebagai
pendidik, keduanya berusaha memahami para murid dengan melakukan
pendekatan. “Jika mereka tidak paham, kita dekati, tanyakan apa yang
mereka tidak paham, karena kita tahu tiap anak berbeda karakternya,”
ujar ibu dari Sepria Yuliardi, Ardya Rifqi Oktamen, dan Regina Novy
Ardila.
Tapi, mereka tidak selamanya di kelas, terutama pada mata pelajaran
kesenian atau bernyanyi. “Kalau menyanyi, kami ke luar, supaya kelas
sebelah yang belajar tidak terganggu,” sebut Afri lagi.
Dia membeberkan, penggabungan kelas III dan IV karena memang jumlah
murid di kedua kelas itu terbilang minim, yakni hanya 17 orang dan 11
orang. Begitulah! Di sana, belajar dalam keterbatasan sudah menjadi
irama kehidupan mereka.
Kepala SDN 23 Tua Peijat, Yunizar membeberkan, dari enam rombongan
belajar (rombel) hanya ada lima kelas. Akibatnya, satu kelas terpaksa
digabung. “Kelas yang digabung, karena jumlahnya sedikit, sehingga
merekalah yang bisa kita gabungkan,” katanya.
Soal penambahan ruang kelas diakuinya pernah disampaikan kepada Kepala
Cabang Dinas Pendidikan, namun hingga kini memang belum ada tanggapan.
Makanya, pihaknya berupaya memaksimalkan proses belajar mengajar dengan
memanfaatkan ruang yang ada.
Walau begitu, sekolah yang tertata asri itu pernah meraih berbagai
prestasi. Salah seorang muridnya—bahkan sang murid adalah yang belajar
di kelas disekat— meraih juara pertama Lomba Bercerita di tingkat
Kabupaten Kepulauan Mentawai. “Sayang, pada lomba tingkat provinsi belum
beruntung,” ujarnya.
Selain itu, prestasi yang pernah diraih adalah Juara III Lomba Pelayanan
Perpustakaan se-Sumbar dan prestasi lainnya. Ke depan, mereka bertekad
pula, bisa meraih prediket Sekolah Adiwiyata, yakni sekolah yang peduli
dan berbudaya lingkungan. (yuni)
*Dimuat di halaman dua Harian Singgalang, Selasa, 14 Oktober 2014 dan website Harian Singgalang: http://hariansinggalang.co.id/di-sdn-23-tua-peijat-satu-ruang-dua-kelas/
Komentar
Posting Komentar