Iseng Berbuah Manis

 

Ilustrasi 




Setiap orang memiliki kisahnya sendiri. Cerita hidup tiap manusia di muka bumi Allah ini memang berbeda, tak sama. Tentu semua tak lepas dari takdir Sang Maha pemberi hidup dan kehidupan serta telah tercatat di Lauhul Mahfudz.  Bahkan jauh sebelum roh ditiupkan ke jasad kita.

Bila hidupku penuh liku, maka seseorang yang aku tulis kisahnya ini ternyata juga memiliki perjalanan hidup yang tak mudah. Ini kisah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi (PT) di Padang yang kutemui siang tadi. 

Dia bercerita, sebenarnya tak pernah bercita-cita menjadi seorang dosen. Bahkan untuk kuliah selepas Sekolah Menengah Kejuruan, dia juga tidak pernah bermimpi. Semuanya mengalir bagai air saja. 

Lalu bagaimana bisa dia menempuh pendidikan tinggi? Katanya, dia hanya pergi menemani temannya mendaftar untuk masuk kuliah di perguruan tinggi negeri tempatnya mengabdi saat ini. "Saya iseng saja mendaftar, kak," katanya.

Keisengannya ternyata berbuah manis. Namanya terpampang di halaman surat kabar sebagai salah seorang yang diterima sebagai mahasiswa baru PT negeri itu. Temannya, justru belum bernasib mujur.

Akhirnya, dia kuliah. Persis tiga tahun, dia menuntaskan pendidikan D3-nya. Sebelum pendidikan selesai, sebenarnya dia diterima di salah satu perusahaan di Batam. Sayang tawaran kerja itu tak dapat diterimanya, karena orang tuanya yang sakit-sakitan di kampung tak mengizinkannya merantau jauh. Jadilah, dia kembali berkutat dengan pekerjaan lamanya sebagai petani.

Setiap hari, pergi pagi pulang petang. Pagi-pagi sekali sudah berangkat, menempuh perjalanan panjang melelahkan. Ada 6 KM jalan yang ditempuh dari rumahnya ke ladang. Satu jam berjalan kaki. Sungguh dan pastinya sangat melelahkan. Petang hari, pulang sebelum siang berganti malam. Begitu seterusnya.

Usaha sebagai petani yang sebenarnya telah dilakoninya sejak kecil bersama kedua orang tua dan saudaranya ternyata belum mampu mengubah nasib dia dan keluarganya. Dia sendiri tiga bersaudara. Selain membantu orang tua berladang di ladang dengan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan, dia juga bekerja mengantar-antar es ke warung. 

Maka dengan izin orang tuanya, lelaki muda itu kemudian pergi merantau ke Jakarta. Mengadu nasib sebagai pedagang. Harapannya bisa mengubah kehidupan keluarga. "Satu tahun saya merantau, tapi tetap saja sulit," ujarnya mengenang.

Akhirnya, dia pulang kembali ke kampung halaman. Lalu memutuskan untuk menyambung pendidikan menjadi sarjana. Alhamdulillah, akhirnya Allah membuka jalan untuknya mengubah nasib. 

Usai meraih gelar sarjana, dia mendaftar sebagai pendamping dosen di sebuah Politeknik di Padang. Tiga tahun mengabdi, akhirnya dia pindah pada tahun 2017 ke perguruan tingginya sekarang. "Dulu masih kontrak. Alhamdulillah sekarang sudah jadi dosen PNS," ujarnya senang. 

Kini dia sedang berjuang meraih gelar doktor. Meski tak dapat beasiswa, dia tetap bertekad menyelesaikan studi tertingginya itu. Tetap semangat, Pak. Semoga segera wisuda, hehe.

Maaf, saya tak menulis namanya, karena belum izin ke orangnya, hehe.. Cuma saya salut dengan perjalanan hidupnya. Meski hanya sekelumit yang diceritakannya, tapi dapat dipetik hikmahnya. 

Intinya, sepanjang kita mau berusaha dan ingin berubah, Insya Allah,  Allah SWT akan membuka jalan dan menerangkan langkah, sehingga perubahan menjadi nyata. Bukankah ini sudah sesuai sesuai Firman-Nya, "Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika tidak kaum itu sendiri yang mengubahnya".  Maha benar, Allah dengan segala firman-Nya.

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari seluruh peristiwa dan perjalanan hidup kita. Amin ya rabbal alamin. (*)


Muara Kasang, 
Tuntas pukul 23.29 WIB
Kamis, 6 Juli 2023







 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abak, Emaknya dan Agresi Belanda II

Ketika Hari Ultah Itu Belum Tiba