Postingan

Kue Gajah

Gambar
  Kue Gajah milik Tsaqiif. Haha, ini bukan kue gajah atau kue kuping gajah yang kriuk, kriuk itu loh. Melainkan kisah kue gajah sebagai hadiah buat salah seorang keponakanku seperti kisah sebelum ini. Sejak beberapa hari terakhir dia sakit. Kemarin, Minggu, 20 Agustus 2023 dia minta kue model gajah. Katanya kue ulang tahun. Padahal, jelas dia belum berulang tahun. Usianya baru akan lima tahun, tapi masih beberapa bulan lagi. Haha, tak apalah mengabulkan permintaannya. Jadilah disela mengerjakan pekerjaanku, ku buat kuenya. Agak sedikit jelek, karena aku buru-buru saja. Tapi, setelah dihias, ternyata bagus juga. Alhamdullilah!! Setelah dijemput bunda, ternyata si bocil malah nanya cara buatnya. Hahaha, ada-ada saja dia. Tapi memang Tsaqiif, keponakanku ini suka sekali melihat tontonan orang memasak, apalagi memasak kue. Eh, siang ini ada pula seorang kawan yang bertanya cara buatnya. Dia mengganggap kue itu lucu dan memang terlihat cukup lucu. Model gajah aku cetak dari cetaka

Ketika Hari Ultah Itu Belum Tiba

Gambar
Kue ulang tahun. Padahal belum ultah, hehe.  Minggu, 20 Agustus 2023. Masih pagi, saat saya menelpon Bunda Atha untuk satu keperluan. Belum tuntas pembicaraan, si bocil anak tengah si bunda meminta bicara dengan saya, Miminya. "Mi, mana kue ulang tahun, Aqif? Kok belum Mimi bikin-bikinin? Tanya si bocil Tsaqiif padaku. Dia menyebut dirinya Aqif. "Nantilah, kalau Aqif sudah ulang tahun. Sekarang kan belum," jawabku pula. "Aqif maunya sekarang. Aqif demam, Mimi. Panas badan Aqif," katanya lagi. Sejak beberapa bulan terakhir dia memang selalu memintaku membuatkannya kue ulang tahun. Padahal, ultahnya sendiri masih beberapa bulan lagi. Tak tega, aku iyakan permintaanya. "Iya nanti Mimi bikin,ya. Bilang sama Bunda untuk jemput nanti sore," ujarku. "Aqif mau kue gajah, ya Mi. Tidak mau kue rumah," ucapnya lagi. Sebelum ini dia meminta kue ulang tahun model rumah. Eh, tadi pagi berubah pula jadi gajah, hahahaha... Dasar bocil, muda

Abak, Emaknya dan Agresi Belanda II

Gambar
Abak dan salah seorang cucunya    Masih ingat, kisah Abak yang pernah saya tulis pada tahun 2016 lalu? Waktu itu saya janji akan menulis tentang perjalanan beliau di masa Agresi Belanda II pada tahun 1948. Suatu hari di tahun itu, entah di bulan apa, yang jelas Abak dan emaknya bersiap hendak lari ke hutan. Abak bercerita, Belanda sudah mendekati kampungnya, Puncak Kiambang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat. Suasana sangat genting, mencekam. Masyarakat ketakutan dan memilih mengungsi  ke hutan.  Saat itu, emaknya Abak tengah mengemasi  pakaian. Dia mengambil beberapa potong  pakaian dari lemari di samping jendela rumah panggungnya untuk dibawa mengungsi.  " Pailah dulu," kata emak kepada Abak yang masih setia menunggui emaknya berkemas. Adiknya sudah dibawa lebih dulu oleh emak tua Abak. " Awak tunggu, Amak ," jawab Abak pula ke Maknya. " Pailah dulu, beko amak turuik dari balakang . Amak ambiak  baju saketek  lai ," lirih  Emak Abak berkata pa

Iseng Berbuah Manis

Gambar
  Ilustrasi  Setiap orang memiliki kisahnya sendiri. Cerita hidup tiap manusia di muka bumi Allah ini memang berbeda, tak sama. Tentu semua tak lepas dari takdir Sang Maha pemberi hidup dan kehidupan serta telah tercatat di Lauhul Mahfudz.  Bahkan jauh sebelum roh ditiupkan ke jasad kita. Bila hidupku penuh liku, maka seseorang yang aku tulis kisahnya ini ternyata juga memiliki perjalanan hidup yang tak mudah. Ini kisah seorang dosen di salah satu perguruan tinggi (PT) di Padang yang kutemui siang tadi.  Dia bercerita, sebenarnya tak pernah bercita-cita menjadi seorang dosen. Bahkan untuk kuliah selepas Sekolah Menengah Kejuruan, dia juga tidak pernah bermimpi. Semuanya mengalir bagai air saja.  Lalu bagaimana bisa dia menempuh pendidikan tinggi? Katanya, dia hanya pergi menemani temannya mendaftar untuk masuk kuliah di perguruan tinggi negeri tempatnya mengabdi saat ini. "Saya iseng saja mendaftar, kak," katanya. Keisengannya ternyata berbuah manis. Namanya terpampang di hal

"Pulkam" Setelah Enam Tahun Pergi (3/TAMAT)

Gambar
  Atha dan bendera kebanggaannya. Foto waktu masih dua tahun. (ist) Ini masih soal perjalanan Atha dari Padang ke Lampung. Di hari kedua perjalanan, sebelum mereka sampai ditujuan, aku menghubungi Ayah Atha. Saatku telpon, mereka masih berada di daerah Banyuasin, Sumatra Selatan. Kata Ayah Atha, bus yang mereka tumpang sedang berhenti di sana. Istirahat makan siang di sebuah rumah makan. Waktu itu, sekitar pukul 12.30 WIB, saat yang tepat memang buat mengisi "sumatra tengah". Usai berbincang dengan Ayah Atha melalui teleponnya yang suaranya kadang terdengar sayup-sayup sampai, aku meminta kepadanya berbicara dengan Atha, bertanya kabar bocah 7 tahun itu. Keponakanku yang kelima ini pun tampak sumringah, terdengar dari nada suaranya yang gembira.   "Gimana, Tha? Atha mabuk, ga ?" tanyaku padanya.   " Ga , Mimi, Atha dak ada mabuk," jawabnya. Lalu dia mulai mencerocos dengan ceriwisnya.  "Mi, masa Atha boboknya di mobil. Kemarin Atha berangk

"Pulkam" Setelah Enam Tahun Pergi (2)

Gambar
Atha di rumah omanya " Yang dirasani udah sampai ternyata, Koko Atha". Begitu "caption" atau tulisan pada status WhatsApp Sinta, adek sepupu Ayah Atha yang tinggal di Lampung Tengah yang nampak di HP-ku pada Kamis (29/12/2022) malam. Ada pula foto Atha yang sedang main HP bersandar di dinding rumah Oma-nya di Poncowati. Dirasani  adalah bahasa Jawa yang kurang lebih berarti yang sedang dibicarakan. Eh kok aku tahu, hahaha, ya tahu karena dicari tahu di google. Maklum bukan Wong Java,  jadi tidak tahu artinya. Cuma paham, kalau itu bahasa Jawa, hehe.. Sesaat sebelum status itu dibuat, aku memang sedang berbincang melalui WhatsApp dengan Sinta. Dia memuji tulisan tentang Atha yang berangkat ke Lampung dengan ayah dan Pak Uwo-nya yang ku kirim ke pesan WhatsApp-nya. Dipuji begitu, jadi malu donk, hehe.. Akhirnya, aku bertanya, apakah Atha sudah sampai? "Jika sudah, tolong foto kan Athanya ya Sinta," pintaku padanya. Sepertinya Sinta belum melihat kedatangan k

"Pulkam" Setelah Enam Tahun Pergi

Gambar
Atha Rabu, 28 Desember 2022 pagi, Atha, Ayahnya dan Pak Uwo, kakak tertua ayahnya berangkat ke Poncowati, Lampung Tengah, Lampung menggunakan salah satu bus. Niat hati saya hendak melepas keberangkatannya di pool bus di Jalan S. Parman, Padang, Sumatera Barat. Tapi, kondisi kesehatan yang kurang fit, membuat saya tak bisa ke sana. Ini bakal pertama kali Atha "pulang kampung". Tepatnya ke tanah kelahirannya. Atha lahir 7 tahun lalu di Poncowati, salah satu daerah di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Ayah Atha sebenarnya berasal dari Pesisir Selatan, tapi keluarganya banyak tinggal di Lampung Tengah, tepatnya di daerah Trans Angkatan Darat (Trans AD). Saya pernah dua kali ke sana. Pertama bersama Umi, saat Atha baru beberapa hari lahir. Dari Padang, kami naik pesawat ke Jakarta. Kebetulan saya ada acara di Kemenpar RI. Usai acara melanjutkan perjalanan ke Lampung dengan Bus Damri yang bersih, lengkap dengan charger HP di setiap kursi. Kedua, setelah saya p