Masril, ‘Raja Lele’ dari Kasang Dilirik Bank

PAGI baru saja datang. Matahari masih tampak enggan menyinari bumi. Namun aktivitas di kolam lele UPR Berkat Yakin di Korong Sungai Pinang, Kenagarian Kasang, Kabupaten Padang Pariaman sudah menggeliat. Pagi itu beberapa pedagang lele sudah datang menjemput ikan yang hendak mereka bawa ke pelbagai daerah di Sumbar, seperti Pasar Raya Padang, Bukittinggi, Bonjol dan lainnya. Bahkan juga beberapa provinsi tetangga, salah satunya Bengkulu.

Masril J, 41, sang pemilik juga tampak sibuk membantu. Usai melayani pembeli, dia beranjak ke kolam sambil menebar pelet. “Beginilah aktivitas kami. Pagi-pagi lele sudah dijemput para pedagang langganan,” ceritanya kepada Singgalang akhir pekan lalu saat disambangi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Yosmeri.

Usaha budidaya lele, menurut Iril, sapaan akrabnya sudah dilakoninya sejak 1998 lalu. Ketika itu, dia yang bekerja sebagai pemasok bahan bangunan ke berbagai proyek berhenti karena krisis melanda Indonesia. Mula-mula, usaha tersebut dilakukan di daerah Mutiara Putih. Di sana diceritakannya ada tanah milik keluarganya yang kemudian diolah menjadi kolam lele. Demi suksesnya usahanya ditanamkannya modal Rp7.650.000. Namun harapannya ternyata sia-sia. Tak sampai satu tahun usaha budidaya lelenya bangkrut karena banjir menghanyutkan lele-lele yang dipeliharanya.

Merugi ternyata tidak membuat Iril berputus asa. Dia memutar otak agar bisa berusaha kembali dengan tetap konsisten memelihara lele. Namun dia tak bisa membibit lele, karena selama satu tahun menjalani usaha budidaya, dia hanya membesarkan lele-lele itu saja.

Akhirnya dibantu seseorang yang ahli membibit lele, dia meminta diajarkan membibit lele dengan syarat biaya belajar akan dibayar ketika dia telah berhasil menjadi pembibit lele. Ternyata Allah memang mengabulkan doanya. Pria empat orang anak ini berhasil membibit lele hanya dalam waktu beberapa bulan saja. “Selesai belajar saya justru bingung, karena tidak ada uang untuk membayar uang belajar sebesar Rp1,5 juta,” kenangnya.

Namun seperti kata pepatah bijak, tak ada masalah yang tak dapat diselesaikan. Maka Iril pun dapat mengatasi persoalan itu dengan menjual bibit yang dihasilkan dari usahanya belajar membibit lele. Perkiraannya bibit itu hanya cukup untuk membayar honor pelatih, tapi Allah mentakdirkan lain. Bibit itu ternyata bisa juga mengatasi kebutuhan keluarganya jelang lebaran.

“Waktu itu, saya jual 40 ribu bibit dengan harga Rp40/ekor atau sampai dengan Rp1,6 juta, sehingga saya bisa membayar uang belajar saya ke teman tersebut,” katanya.

“Ternyata bibit tersebut masih tersisa 25 ribu dan itulah yang dijadikan belanja buat keperluan keluarga, apalagi saat itu jelang lebaran,” bebernya.

Setelah pintar membibit, usaha inilah yang dikembangkan Iril di daerah yang kini menjadi tempat usahanya. Dari satu dua kolam saja, kini usaha budidaya lelenya sudah berkembang dengan kolam telah mencapai 40 kolam. “Ada sekitar satu hektare tanah yang saya berdayakan menjadi tempat budidaya lele,” ceritanya.

Namun, dari jumlah kolam yang dimilikinya ternyata masih belum cukup untuk memenuhi permintaan lele dari para pelanggannya. Demi menjaga kepercayaan para pelanggannya, Masril kemudian memberdayakan para pembudidaya lainnya dengan membeli lele mereka sesuai harga pasar. Bahkan demi tetap menjaga jaringannya, tak jarang Iril merugi dengan tetap membayar tinggi lele-lele para pembudidaya, meski harga di pasaran sedang anjlok.

“Saya pernah merugi sampai Rp100 juta lebih ketika harga lele anjlok dan saya tetap membeli dengan harga tinggi seperti sebelum harga lele jatuh. Tapi alhamdullilah, binaan saya tetap konsisten untuk menjual lele ke saya, meski kemudian harga melonjak tinggi,” ceritanya.

Pembudidaya yang diayominya kini berjumlah 18 orang dengan total 250 kolam. Mereka terdapat di Pungguang Kasiak Lubuk Alung, Sikabu, Pasar Usang, Kasang, Padang Sarai dan lainnya.

Begitulah Masril menjaga koneksi lelenya. Kini, dengan keberhasilannya memelihara lele dan membina para pembudidaya lainnya, usahanya mulai dilirik bank. Dia ditawarkan jutaan bahkan sampai miliar uang untuk mengembangkan usaha lele tersebut. “Tahap awal saya ditawari untuk meminjam Rp750 juta,” sebutnya.

Menurut Masril, petugas bank pernah meneleponnya untuk memberikan kredit. Namun dia menyatakan, kalau sebaiknya petugas tersebut datang dan melihat langsung usahanya. “Saya bilang, datang dan lihatlah, Pak. Apa usaha saya layak menerima pinjaman bank. Kemudian mereka datang dan setuju memberikan pinjaman,” bebernya.

Untuk pinjaman ini, suami dari Magdalena tersebut mengakui tak bisa mengurus izin-izin usaha dan sebagainya. Tapi, bank memberinya kemudahan.

Tak hanya Iril, beberapa anggotanya juga ditawari pinjaman oleh bank untuk mengembangkan usaha lele mereka. “Nilainya berkisar Rp100 juta sampai Rp300 juta,” terangnya.

Kini, meski telah berkembang, Iril yang sudah menjadi penyuluh budidaya lele tersebut tak mau berpuas diri. Dia berharap usaha lelenya tetap berkembang dan bisa diwariskan kepada anak-anaknya. “Saya berharap anak-anak saya kelak mau mewarisi usaha ini, sehingga lele tetap lestari dan mereka bisa menopang hidupnya dari usaha ini,” harapnya. (yuni)

Pernah diterbitkan di Harian SINGGALANG
Rabu, 11 Mei 2011

Postingan populer dari blog ini

Abak, Emaknya dan Agresi Belanda II

Iseng Berbuah Manis

Ketika Hari Ultah Itu Belum Tiba