HP-KU

Hari ini aku sedih sekali. Sedih karena handphone (hp)-ku rusak bukan akibat tanganku sendiri melainkan dampak dari tindakan orang lain yang sembrono.


Ceritanya begini. Kamis pagi ini, aku meliput acara suatu instansi di aula sebuah sekolah. Di sana, karena hp itu lowbat, aku me-charger-nya pada colokan listrik yang berdekatan dengan kursi yang dijejer di sayap kanan depan aula. 

Demi menghindari terinjak orang yang lalu lalang, aku meletakkan HP itu disalah satu kursi yang sudah kosong di sana sambil tetap mengawasi dari tempat aku duduk yang tidak begitu jauh dari kursi tersebut.

Belum lama hp itu di-charger, beberapa orang kemudian mengangkat jejeran kursi tersebut dan tetap membiarkan kursi yang berisi hp-ku di sana. 

Eh, tiba-tiba seorang ibu, salah seorang panitia dari instansi itu menarik kursi tempat hp-ku berada dengan tergesa. "Jangan tarik kursinya, Bu," teriakku sambil memburu ke arah si ibu penarik kursi itu.

Tapi...., bluuuuurrr.....!!"

Belum selesai aku berkata, hp milikku, Nokia 9500 sudah jatuh ke lantai. Sambil memunguti hp yang sudah rusak di lantai aku menatap si ibu, dia diam saja. Tak ada kata maaf. Dia juga tidak membantu mengambil hp-ku yang dijatuhkannya.

Kesal dengan sikapnya dan sedih melihat hp yang belum lama kuperbaiki casing-nya, aku mengomel. Ibu lain, rekan si penarik kursi yang mendengar omelanku kemudian bertanya kepada temannya itu. "Katanya, dia tidak tahu," sebut si ibu seolah membantu menjawab kawannya yang cuek.


"Tapi, gimana lagi bu? Ini rusak," sungutku  menahan tangis.


Si ibu, kemudian memanggil temannya. Tapi, tahu apa yang dikatakan si penarik kursi? "Kalau punya barang tuh dijaga," katanya sambil berlalu.


"Itu karena aku menjaganya, maka ditaruh di kursi," jawabku, tapi dia sudah berlalu.


Sakit banget rasa hati melihat sikap si ibu yang menarik kursi tersebut. Aku tahu, dia lagi bertugas melancarkan kegiatannya, tapi apa salahnya melihat dulu, karena dia tahu aku n
menaruh tuh HP di atas kursi dan me-charger-nya.

Tak hilang rasa sakit hatiku, aku mengadu ke pimpinannya. Ku SMS. Si bapak, sang pimpinan janji mengganti. Tapi, mau diperbaiki dimana? Tidak ada counter yang bisa memperbaiki. Aku saja memperbaikinya di Jakarta.


Ugh..!! Aku kesal sekali padanya. Sakit hati! Kata orang, kita harus memaafkan, tapi aku yang biasanya selalu berlapang dada menerima tindakan dan sikap orang lain yang kurang baik padaku, kini rasanya tidak ikhlas memaafkan 'si pelaku'.


Mungkin baginya, hp itu tidak berarti, karena dari zamannya, terbilang sudah jadul, seperti sering orang mencemooh hp milikku itu. Tidak denganku. Banyak sejarah perjalanan hidup dan karir jurnalistikku yang tersimpan di sana. Bukan tersimpan dalam artian sesungguhnya, namun tersirat dalam setiap dering hp tersebut.


Nokia 9500 itu kumiliki sejak awal 2007. Aku lupa tanggal pembeliannya, tapi tahunnya selalu ku kenang, karena beberapa bulan sebelumnya aku mendapatkan sejumlah uang dari keberhasilanku menjadi salah seorang finalis lomba tingkat nasional, Anugerah Adiwarta Sampoerna (AAS). Itu AAS pertama. Tahun lalu berubah nama menjadi Anugerah Adiwarta (AA) saja. Tahun ini kabarnya malah tak ada.


Uang itu memang tak cukup untuk membelinya. Namun menjadi cikal bakal pembeli hp yang terbilang mahal kala itu. Kalau tak salah mendekati Rp5 juta. Nilai yang fantastis bagiku dengan penghasilan yang masih minim.


Kini, hp itu tidak bisa digunakan. Pada awalnya, masih bisa hidup. Entah kenapa, sore ini, tak bisa dipakai sama sekali. (*)



Kamis, 20 Juni 2013


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abak, Emaknya dan Agresi Belanda II

Iseng Berbuah Manis

Ketika Hari Ultah Itu Belum Tiba