Kerupuk Kerak

 

Kerupuk Kerak dari kerak nasi. 



Ada yang tahu cemilan ini?? Ini bukan Batiah atau Botiah, makanan yang pernah jadi ikon Kota Payakumbuh tempo doeloe. Tapi adalah kerak dari hasil menanak nasi di periuk.

Masa lalu, saat keluarga kami masih hidup serba kekurangan, maka memasak nasi memakai periuk yang ditaruh di atas tungku kayu. Seluruh aktivitas memasak memang menggunakan kayu bakar. Jangan ditanya betapa sesaknya dada jika dapur dipenuhi asap dan api tak keluar akibat kayu yang dibakar masih lembap.

Tapi memasak dengan tungku kayu memberi sensasi tersendiri. Salah satunya menanak nasi. Hasil nasi yang dimasak ditungku kayu malah memiliki aroma yang wangi mengundang selera. Berbeda dengan memasak dengan kompor. Bila tak pandai memakainya, maka bau minyak tanah terkadang merusak aroma nasi yang nikmat.

Seingatku, keluarga kami baru memiliki kompor minyak tanah saat aku sudah menamatkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama. Tapi, karena biaya memakai kompor lebih mahal, maka Umi, Ibuku lebih suka menggunakan kayu bakar. Aroma kayu bakar yang mengeringkan air pada beras yang ditanak memberi sensasi nikmat tersendiri pada nasi yang dihasilkan. Nikmat!

Selain hasil nasinya yang nikmat dengan aroma yang khas, sensasi lain yang tercipta berasal dari bagian bawah nasi. Yah, kerak nasi! Hehhe.

Kerak ini bisa dijadikan kerupuk seperti terlihat pada gambar di atas. Setelah nasi dipisahkan dengan kerak, maka kerak tinggal dijemur diterik matahari. Bila panas menyengat, maka tak sampai sehari, kerak sudah kering dan bisa langsung digoreng.

Jika hujan sering melanda, maka kerak akan sulit kering. Maka, sebaiknya kerak langsung dimakan dengan dikasih air hangat dan ditambah dengan sedikit garam. Wuiiz, rasanya enak sekali.

Akan halnya, kerak kering. Jika sudah digoreng juga nikmat dinikmati sebagai cemilan sore. Setelah digoreng, tinggal dikasih sedikit garam. Boleh juga tak digarami. Sesuaikan saja dengan selera masing-masing.

Tapi saya yakin, anak-anak milenial sekarang tidak pernah mencicipi enaknya kerupuk kerak seperti kami. Bahkan, sejak memiliki magic com sekitar tahun 2000an, kami juga mulai jarang  memakan kerupuk kerak ini.

Nah, kok ini ada? Hehee.. Ini karena beberapa hari terakhir, magic com di pondok kami tak bisa memasak nasi. Jadilah Umi memasak dengan periuk di tungku, bukan di kompor gas, karena pakai kompor gas, hasilnya nasi sering menjadi gosong.

Di pondok ini, ada tungku kayu. Biasanya, kami pakai membuat rendang dan saat gas sulit dicari. Jadilah memasak nasi dengan periuk ini dilakukan. Traallaa.. dan ada kerak bagus ditambah pula cuaca cerah dengan mentari yang bersinar terik. Panasnya mengeringkan kerak ini. Meski tak banyak, cukup lah melepas kerinduan pada masa kecil yang penuh kenangan. (*)


Muara Kasang
Selasa, 6 Desember 2022
Pukul 20.34 WIB







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abak, Emaknya dan Agresi Belanda II

Iseng Berbuah Manis

Ketika Hari Ultah Itu Belum Tiba