TdS Makin Maju, Wisata Mudah Datangkan Uang

Sapta Nirwandar
Lima tahun penyelenggaraan Tour de Singkarak sejak 2009 terbilang sukses. Meski masih menyisakan satu hari pertandingan lagi, pada Minggu (9/6) ini, namun dari keseluruhan dinilai baik. Bagaimana pandangan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Nirwandar sebagai pencetus ide lahirnya iven ini, berikut petikan wawancaranya dengan Radaktur Singgalang,Yuni yang dirangkum, Kamis lalu;

Tour de Singkarak sudah berlangsung lima kali hingga tahun ini. Sebagai pencetus lahirnya iven ini bagaimana Anda melihat Tour de Singkarak saat ini?

Semakin maju, semakin progress. Pertama dari segi penyelenggara sudah 17 kab/kota. Dari sisi featuring, semakin dikenal di kalangan dunia olahraga balap sepeda, tingkat nasional bahkan internasional. Dari sisi penyelenggaraan atau dari sisi audiens atau penonton, kita sudah masuk the best of five atau yang kelima. Bahkan cenderung yang keempat tahun ini, karena salah satu yang poin penting adalah antusiasme masyarakat. Di Sumbar masyarakatnya sangat antusias. Hari ini (Kamis-Red), saya sangat surprise, penonton di Solok Selatan benar-benar melimpah ruah, tapi tetap tertib, aman, dan terkendali.


Dari sisi lain, hotel juga bertambah, seperti Padang Panjang melaporkan hotelnya sudah ditambah. Begitu juga dengan Kota Bukittinggi, bahkan juga daerah lainnya dan ini sesuatu yang positif. Jumlah kunjungan juga meningkat 10 persen. Dari beberapa Artinya sesuatu yang positif terhadap dunia pariwisata, investasi dan imej dari Sumbar setelah gempa.


Melihat kesuksesan ini, bagaimana perasaan Anda?


Saya gembira saja, karena lihat sesuatu yang saya usahakan lima tahun lalu, berhasil dengan baik. Bahkan, hal ini ditandai dengan kehadiran Presiden Tour de Franch ke Sumatra Barat. Ia adalah tokoh sepeda dunia yang sangat berpengaruh yang datang melihat Tour de Singkarak. Ia juga punya penilaian, TdS sesuatu yang sangat menarik dan bagus antara sport dan tourism, karena tidak hanya balap sepeda, tapi pemandangan alamnya yang menarik. Juga masyarakat yang berbudaya atau sangat culturialis.


Nah, dari sekian banyak tour atau iven balap sepeda lainnya. Apa yang membedakan Tour de Singkarak dengan yang lainnya?


TdS ini betul-betul kerjasama pusat dan daerah. Stakeholders lain pun ikut terlibat, PHRI,PB ISSI dan lainnya. Juga mendorong, memajukan destinasi wisata dan budaya. Tiap daerah menampilan seni budaya yang berbeda. Terpentingnya alamnya, hijaunya pekat, bukit berlapis-lapis, sawah berjenjang, pokoknya indah sekali. Saya yang sudah sering ke sini, tidak pernah bosan menyaksikan keindahan yang luar biasa ini. Apalagi, seperti kemarin saya menginap di Padang Panjang, pemandangannya sangat luar biasa, ada Gunung Merapi, Gunung Singgalang, sawah yang menghijau, buah-buahan yang segar. Bahkan Presiden The Franch itu sangat terkesan.


Bagi wisatawan, ini kan tidak gratis, mereka datang membayar transportasi, penginapan, dan lainnya. Bagi rakyat mereka menikmati langsung hasilnya, tidak pakai perantara. Misalnya mereka beli sate, tidak bisa beli sate pakai calo. Pemerintah dapat fee dari pajak hotel dan restoran. Itulah efek langsung dari pariwisata. Dengan TdS, sekarang sudah tidak ada perasaan takut gempa. Itu kan mahal harganya. Di Pasaman ada equator. Cuma ada dua di Indonesia, Pontianak dan Bonjol. Intinya, Sumatra Barat memiliki destinasi yang berbeda dan ini keunggulan komparatif.


Nah terlepas dari keunggulan itu. Apa yang masih kurang yang perlu dibenahi untuk TdS tahun depan?


Ada dua. Pertama infrastruktur yang berkaitan dengan hotel dan restoran. Terutama hotel, karena dari 17 kab/kota itu yang bisa menyelenggarakan star itu baru tiga atau empat kabupaten. Termasuk di Danau Singkarak belum ada hotel. Itu masih tantangan kita ke depan, tantangan bagi investor untuk membangunnya. Toh,bangun hotel bisa digunakan juga wisatawan domestik nantinya. Tidak perlu bintang lima, bintang dua pun tidak masalah, asalkan memenuhi standar, bersih, memiliki restoran yang menghadap ke danau, memiliki tempatmeeting, dan lainnya.


Kedua jalan, sebagian yang dilalui tour sudah semakin baik, ada yang baru-baru ini diperbaiki. Menurut saya semua jalan dan jembatan harus punya standar yang baru, supaya kunjungan wisatawan ke daerah ini terus meningkat.


Selain perbaikan itu, apa target TdS ke depan?


Tentunya semakin meningkat, naik ke peringkat 2.1, karena ini akan semakin menarik bagi pebalap internasional, mereka akan datang mencari poin dan koin. Sekarang kita baru grade 2, kalau bisa nanti jadi grade 1, pebalapnya mahal. Tentu kita menyiapkan kualifikasi sesuai standar, tapi kita tidak perlu khawatir, nanti mereka sudah datang dengan sponsor. Mereka juara professional. Sekarang memang sudah cukup, ada Juara Asia. Walau sudah ada satu tim rekomendasi Tour de Franch, tapi memang perlu meningkatkan kualitas dari tahun ke tahun.


Kalau begitu kesempatan pebalap dalam negeri makin menipis?


Para pebalap di tanah air tidak perlu risau, justru ini kesempatan mereka pula memperbaiki kualitas. Bila dulu mengayuh misalnya cuma 15 kilometer, nanti harus lebih panjang lagi.


Lalu bagaimana pula soal keinginan provinsi tetangga turut menjadi penyelenggara TdS?


Tidak masalah. Asalkan namanya tetap TdS, tidak apa-apa. Toh, Tour de Franch saja juga demikian. Pernah start di Inggris, tapi tetap kembali lagi ke Perancis. Nanti kalau begitu, TdS tetap berakhir lagi di Sumatra Barat. Kalau mereka hanya mengambil singkatannya, TdSseperti rencana Pemerintah Siak membuat Tour de Siak dengan singkatan TdS juga bagaimana?


Seharusnya jangan, karena ini sudah jadi brand-nya Tour de Singkarak. Tapi orang Sumatra Barat tidak perlu juga risau, karena seperti misalnya singkatan WTC, world tourism and culture dan world trade center, kan singkatannya juga sama-sama WTC.


Lalu bagaimana soal kelanjutan TdS di masa datang, karena kabarnya Kemenkraf akan melepas tanggungjawab ini sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Benar demikian?


Mungkin suatu saat, tapi sekarang-sekarang ini belum saatnya, masih harus kerjasama, pusat, provinsi, dan kab/kota. Belum sepenuhnya (dilepas), karena saya ketua dan pak wagub wakilnya. Kita tandem. Urusan daerah, pemerintah daerah, sedang saya urus yang internasionalnya.


Terakhir, apa pesannnya?


Konsisten. Tetap menjaga infrastruktur. Perbaiki kualitas destinasi. Bila kita ke suatu tempat, tempatnya harus bagus,guide-nya harus ada, sehingga bisa menerangkan apa menariknya lokasi itu. Bila tidak, minimal di sana harus ada pusat informasi. Tampaknya kita belum optimalkan objek-objek wisata, terutama ketersediaan WC yang bersih. Orang mau saja membayar, asalkan bersih. Intinya, kualitas harus ditingkatkan, sehingga memberikan hasil ke daerah (kabupaten/kota/provinsi).


Untuk ekonomi kreatif, souvenirnya harus ditingkatkan. Misalnya saya ke Pasaman, apa yang harus saya bawa, apa patung Imam Bonjol atau Equator, masyarakat harus disiapkan. Kenapa? Pariwisata paling mudah menghasilkan uang. Lihatlah, sekarang Sawahlunto yang berhasil menjadi kota dengan penduduk miskin nomor dua terendah setelah Denpasar. Kedua-duanya kota wisata. Untuk masyarakat dalam artian SDM, pelayanan harus baik. Mereka diberi training, sehingga selalu ramah dalam menyambut tamu. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Abak, Emaknya dan Agresi Belanda II

Iseng Berbuah Manis

Ketika Hari Ultah Itu Belum Tiba